Status, Institusi, dan Posisi Individu di tengah-tengah Masyarakat

  • 0
Setiap orang yang dilahirkan di dunia ini tidak dilahirkan serta merta tanpa apapun . Begitu seorang bayi lahir ke dunia berbagai status dan identitas akan melekat pada individu tersebut, dimulai dari identitas yang sederhana seperti nama, usia, hingga status-status kompleks semacam strata sosial hingga status yang menyangkut negara seperti kewarganegaraan. Tak semua dari semua identitas ini benar-benar dimiliki dan dianut oleh seorang individu., bahkan tak sedikit diantaranya secara terpakasa diterima. Sejak lahir seorang individu telah dilingkupi oleh berbagai institusi mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat, institusi pendidikan, tempat kerja, bahkan negara maupun dunia internasional.

Seluruh institusi ini jelas menuntut seorang individu dengan berbagai kewajiban. Ketika seseorang berbicara ataupun bertindak seringkali orang lain tidak melihat individu tersebut sebagai individu itu sendiri melainkan juga dengan embel-embel institusi di mana indidvidu itu mengambil bagian. Banyak kasus di mana realita ini benar-benar terjadi. Misalkan seorang aktivis sebuah partai, sebutlah partai A berpidato dan menyerukan anti-kapitalisme kepada para pendengar pidato. Para pendengar pidato akan lebih mendengar isi pidato tersebut sebagai partai A yang merupakan paratai anti-kapitalis lebih dibandingkan individu tersebut sebagai anti-kapitalis. Ini merupakan kecenderungan manusia untuk mengambil inferensi keseluruhan dari suatu bagian meskipun tidak sepenuhnya bagian itu mencerminkan keseluruhan. Setidaknya dalam kasus tersebut aktivis partai tersebut benar-benar berusaha untuk mencerminkan partai A. Ironisnya, beberapa institusi justru terkadang diwakilkan oleh orang-orang yang tidak benar-benar mewakili instistusi tersebut. Sebagai contoh, X adalah seorang penganut atheis praktis. Akan tetapi karena ia tinggal di Indonesia ia harus memilih salah satu dari 6 agama yang diakui di Indonesia untuk dicantumkan di KTP, sehingga akhirnya ia memilih mencantumkan agama Z. Di kantor para teman-teman kantornya mengenal X sebagai penganut agama Z meskipun ia tidak benar-benar menganutnya dan menjalankan ajaran agamanya karena itulah agama yang tercantum di KTP X. X adalah seseorang yang suka mabuk-mabukan sehabis pulang kerja dan suatu hari teman-teman kantornya melihat ia bermabuk-mabukkan.Maka, mereka tidak hanya memandang X sebagai individu pemabuk tetapi juga agama Z sebagai agama yang buruk karena mengajarkan mabuk-mabukkan, demikian juga keluarga dan orangtua X yang dicap tidak becus dalam mendidik X. Contoh tadi hanyalah satu dari banyak realita di mana institusi sering diwakilkan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak layak mewakili institusi tersebut. Sungguh hal yang amat ironis. Hal-hal yang semacam ini ternyata banyak dan sering terjadi di berbagai masyarakat di dunia Kerusuhan SARA, tatapan penuh rasis, diskriminasi etnis, perang antar ormas banyak yang dilatarbelakangi oleh kesalahn pengambilan kesimpulan terhadap suatu kelompok dari anggota-anggota yang tidak bertanggungjawab. Mengekspresikkan diri bukanlah hal yang salah, tetapi kita perlu ingat bahwa apa yang kita lakukan dan katakan mungkin bukan hanay menjadi tanggungjawab kita pribadi, tetapi juga melibatkan orang lain, keluarga, masyarakat, dan institusi di mana kita berada. 

"Berhati-hatilah dalam berkata-kata dan bertindak karena terkadang itu tidak hanya menjadi cerminan dirimu sendiri, tetapi juga menjadi cermin bagi orang banyak"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar