Hadiah(Liberalisme) Vs. Hukuman(Komunisme)

  • 0
Beberapa hari yang lalu di tengah diskusi iseng dengan beberapa teman-teman pemikir sempat terlontar satu pertanyaan menarik dari teman saya. Mana yang lebih Anda pilih menghukum anak Anda yang berbuat salah atau memberikan hadiah bagi mereka yang berprestasi? Secara tidak langsung pertanyaan ini adalah pertanyaan mengenai dua ideologi besar di dunia yang sempat menimbulkan keteganagan berkepanjangan di era Perang Dingin, yup tak lain tak bukan adalah Liberalisme melawan Komunisme. Sebenarnya, memang aga tabu membahas Komunisme di Indonesia. Mengingat Komunisme diharamkan di Indonesia dan blog kecil saya yang baru berumur jagung ini bisa-bisa ditutup oleh pemerintah haha, namun berhubung TAP MPR yang bersangkutan sudah dicabut dan era kebebasan sudah dimulai boleh lah kita bahas sikit-sikit hasil diskusi saya dengan teman-teman ini. Semoga bermanfaat. :D

Seperti contoh pertanyaan sederhana di atas, Liberalisme dilambangkan dengan iming-iming hadiah bagi mereka yang berprestasi dan Komunisme dilambangkan dengan hukuman bagi mereka yang berbuat salah. Tentunya kedua perlakuan ini akan memberikan dampak yang berbeda.
       
Bayangkan sebuah masyarakat dimana untuk setiap prestasi Anda, Anda akan memperoleh reward, tapi tak akan ada hukuman tertentu kalaupun Anda tak mau mencetak prestasi. Bisa kita bayangkan dampaknya masyarakat akan terbagi ke dalam dua jurang yang amat besar, satu adalah sisi para orang-orang yang tergiur akan hadiah yang ditawarkan dan berjuang keras untuk memperolehnya, sementara di sisi lain adalah para pemalas atau orang-orang yang tak mampu menyebrangi jurang pemisah ini dan berlari mendapatkan porsi hadiah mereka. Alhasil, ketidakmerataan pun terjadi. Akan ada sekumpulan orang-orang yang lebih menonjol dan sisanya yang tertinggal. Tak bisa dipungkiri kelemahan sistem Liberal muncul di sini. Namun, di sisi lain masyarakat pun merasa bebas karena tidak dipimpin oleh pemerintah yang menekan dan membatasi hak mereka entah mereka memilih menjadi pemalas ataupun pengejar hadiah-hadiah tersebut.

Nah, di kutub yang berlawanan Anda bisa membayangkan satu masyarakat dimana tak akan ada hadiah khusus bagi Anda yang berprestasi, tapi hukuman siap menanti siapaun yang berani-beraninya malas tak ikut peraturan. Memang sitem ini terdengar cukup mengerikan karena paksaan yang dijadikan cara pemerintah mengontrol masyrakatnya dan bukan lagi insentif. Namun, dampak yang diakibatkannya ternyata juga memiliki sisi positif. Setidaknya dengan metode seperti ini pemerataan ekonomi pun bisa tercapai sesuai dengan tujuan Komunisme karena setiap orang dipaksa untuk mengikuti aturan nan tegas. Tak pelak efek domino yang terjadi adalah naiknya average kemakmuran dari masyarakatnya. Tak akan ada yang tertinggal terlalu jauh maupun melesat terlalu jauh ke atas dan jurang pemisah pun tak akan tercipta.

Dari analisis singkat di atas kita bisa melihat kedua kutub memang mempunyai poin-poin positif dan negatifnya. Alangkah baiknya bagi satu negara untuk menganut komunisme di era awal berdirinya. Karena dengan demikian peningkatan tingkat kemakmuran rakyat secara merata bisa tercipta, baru setelah itu merupakan pilihan bagi negara itu untuk menghadirkan iklim kompetisi dengan beralih menganut sistem liberal atau tidak. Cara ini merupakan salahsatu solusi yang kami temukan dari hasil diskusi kamu, meskipun terdengar inkonsisten memang tapi namanya juga ideologi harus fleksibel mengikuti perkembangan masyarakat. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar