When The Joy of Understanding Is Lost

  • 0
     Aha!

Sudah berapa lama dalam hidup Anda kata ini tak pernah lagi terbesit di otak? Iya, kata yang versi Yunani-nya Eureka!, kata yang Anda pekikan ketika Anda baru saja memahami sesuatu. Sudah jarang bukan?
     
Saya percaya setiap individu dilahirkan dengan rasa berburu pengetahuan dan kebenaran yang kuat. Kebanyakan anak kecil acapkali membanjiri orang-orang dewasa di sekitarnya dengan pertanyaan-pertanyaan soal ini itu. Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu; rasa ini justru perlahan dibunuh. Yang lebih ironis lagi, pembunuh rasa ingin tahu ini seringkali adalah mereka-mereka yang kita sebut sebagai keluarga dan guru. Padahal, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kritis macam anak kecil inilah yang biasanya justru lebih nyantol, bahkan tak hanya membuat sesuatu nyantol tetapi juga menyenangkan.

Di taman kanak-kanak, mungkin kita masih bisa mengingat betapa indahnya memahami sesuatu. Misalnya saja mengetahui ada satu hewan lucu, sayapnya warna-warni, sahabat bunga-bunga nan indah, yah kita belajar orang-orang menyebutnya kupu-kupu, atau waktu kita belajar kalau satu ditambah satu itu dua, kalau dua di tambah satu itu tiga dan kita bergumam dalam benak "ohhh gitu toh matematika" dengan perasaan puas dan bahagia bak memakan permen termanis sejagat. Tapi, masa-masa indah ketika kebahagiaan memahami(joy of understanding) ini ada seringkali tak berlangsung lama. Menginjak usia remaja, usia pencarian jati diri; tak jarang justru sikap kritis yang menelurkan joy of understanding ini mulai memudar. Karena setiap pertanyaan kritis di masa kanak-kanak mulai dipandang skeptis oleh 'orang dewasa'. Hal ini diperparah pola pendidikan di sekolah yang mendidik dengan metode hafalan dan semata-mata mencari nilai untuk memenuhi tuntutan kurikulum, memaksa hilangnya joy of understanding ini.  Tak ada lagi kebahagiaan memahami rentetan kejadian sejarah yang berujung pada kondisi hari ini, yang ada hanyalah tanggal dan tempat; tak ada lagi kebahagiaan mengetahui betapa heroiknya pengorbanan sel darah putih ber-kamikaze menjadi nanah kuning menjijikan demi melindungi seluruh tubuh dari serangan bakteri, yang ada adalah hafalan mati jenis-jenis sel darah putih dan fungsinya. Tiada lagi joy of understanding! Dan kini ketika saya duduk di bangku kuliah sebagai mahasiswa tingkat satu, secercah harapan akan kembalinya pengajar(dalam hal ini dosen) yang mampu memberikan joy of understanding belum nampak tanda-tandanya.

Sungguh memilukan ketika dunia pendidikan(di Indonesia) terjerumus dalam metode pengajaran yang mengesampingkan sikap kritis dan joy of understanding ini. Padahal, joy of understanding sendiri merupakan suatu kenikmatan. Secara humoris fisikawan kaliber, Stephen Hawking pernah berujar tentang momen eureka seperti ini: "I wouldn't compare it to sex, but it lasts longer." 
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar