Sebuah Renungan Di Tengah Dunia yang Kian Divergen

  • 1

Minggu ini, menjadi momentum yang penting bagi kaum LGBT di seluruh dunia. Mahkamah Agung Amerika Serikat meloloskan sebuah legislasi yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Tak lama setelah palu diketok, masyarakat dari berbagai latarbelakang bereaksi dan buka suara. Sebenarnya, AS bukan negara pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis, adalah negari kincir angin yang menjadi negara pioneer dalam melegalkan gay marriage. Namun, tradisi Protestan yang kuat mengakar di masyarakat Amerika dan perannya sebagai negara adidaya Barat membuat keputusan dramatis ini mengundang reaksi yang luas. Kiblat peradaban dan kebudayaan Barat modern memberikan persetujuan secara legal pada hubungan yang sudah sejak lama dicap sebagai menyimpang dan penyakit akut. Media di berbagai belahan dunia menyoroti keputusan ini, bahkan sempat muncul perbincangan dengan Menteri Agama mengenai kemungkinan hal yang sama diterapkan di Indonesia. Netizen pun tak mau ketinggalan menumpahkan berbagai pandangannya melalui berbagai media sosial yang ada. Timeline Facebook penulis tiba-tiba dipenuhi profile picture warna pelangi yang menjadi simbol kebangaan kaum gay. Di sela-sela postingan tersebut,  muncul pula berbagai tulisan yang menyatakan rasa keprihatinan dan mengutuk keputusan tersebut, terutama dari kawan-kawan Facebook yang menganut agama Kristen dengan taat. Sebagian pihak menilai, langkah ini menunjukkan progress yang besar bagi pengakuan persamaan hak. Di satu sisi, sebagian besar kaum konservatif menilai momentum ini sebagai kemerosotan moral, beberapa malah secara ekstrim mengaitkannya sebagai pertanda hari Kiamat, apalagi setelah heboh-hebohnya kasus suara sangkakala. Suara sangkakala, kemerosotan moral, kiamat? Hmmm, memang nampaknya menjadi pembuka yang pantas untuk hari akhir. Namun, dilihat secara lebih menyeluruh penulis memandang momentum ini menjadi salah satu titik yang menunjukkan bahwa dunia semakin berubah ke arah dunia yang semakin divergen, tidak lagi konvergen dan penuh akan hegemoni. Masyarakat modern tampaknya berusaha untuk terus meminimalisir peraturan. Hal ini telah dicerminkan dalam berbagai aspek perjalanan kehidupan manusia.

Dulu sebagian besar masyarakat dunia adalah masyarakt yang patriarkis, dominasi pria atas wanita adalah hal lazim. Wanita dikenal sebagai gender kelas dua yang area hidupnya hanya di sekitar rumah dan dapur. Di Tiongkok, jangankan merongrong hak bersuara secara politis(masyarakat Tiongkok kuno memang tidak demokratis), ukuran kaki pun harus disesuaikan dengan selera estetis para pria. Alhasil, munculah budaya kaki kecil wanita Tiongkok dengan berbagai cerita mengerikan yang sempat tersebar dan menjadi topik panas di internet. Mendekati, akhir abad ke-19 segalanya mulai berubah, gelombang emansipasi wanita dan gerakan feminisme(baik dalam arti sebenarnya maupun tidak) mulai menggoyahkan hierarki gender. Sebagian besar wanita di seluruh dunia kini mulai menghancurkan dominasi pria, meski sebagian lagi masih mesti terkungkung oleh pria. Kini wanita bebas punya ukuran kaki sebesar apapun(sebagian tetap memilih ukuran kaki yang lebih kecil, kenapa yaaa? :D), bahkan beberapa berhasil menapak karir politis dan berkuasa atas pria. Kaum Hawa menunjukkan diri sebagai hegemoni tandingan yang tidak bisa dianggap main-main oleh dominasi kaum Adam. Namun ternyata, tak cukup dengan menyetarakan gender, perjuangan bahkan masih berlanjut dengan menuntut pengakuan gender tambahan, seperti transgender maupun orang-orang dengan orientasi seksual yang dulu disebut menyimpang tapi sekarang disebut berbeda(entahlah kosakata mana yang harus diambil). Tak sampai hitungan abad seksualitas telah berubah sedemikian rupa, dari titik konvergen pria-wanita hingga era di mana formulir profil di laman Facebook kini siap menawarkan 51 pilihan orientasi seksual, melebihi jumlah negara bagian Amerika Serikat! Orientasi seksual Anda masih juga tidak tercantum? Laporkan pada abang Zuckenberg, mungkin orientasi seksual Anda akan dipertimbangkan untuk menjadi yang ke-52. Luar biasa bukan? Titik konvergen dalam dunia seksualitas begeser dan mengubah tatanan masyarakat dunia. Dulu mau pria berbeda macam apa, ada yang suka olahraga, ada yang lebih memilih berkutat dengan buku, ataupun memanjat gunung bakal bersatu tatapan matanya pada seorang gadis aduhai berpakaian seksi melintas di depan mereka. Tapi kini? Mungkin tidak, yang lebih konservatif secara seksual mungkin masih, tapi yang agak progresif orientasi seksualnya mungkin memilih seorang pria berbadan kekar yang baru keluar dari tempat gym. Hal yang negatif atau positif? Entahlah, ada yang bilang perbedaan itu indah, ada juga yang bilang kasus yang beginian agak ekstrim. Yang pasti yang penulis tahu titik konvergen dalam masyarakat perlahan kabur, bahkan menjamak. Kalau meminjam istilah kesehatan optik, masyarakat dunia mulai menderita rabun atau lebih ekstrimnya silinder.

Perjuangan emansipasi wanita dan kaum-kaum LGBT ternyata bukan satu-satunya perjuangan persamaan hak yang mewarnai dunia abad ke-20. Rentetan film Hollywood pemenang Oscar dewasa ini, seperti The Buttler, 12 Years of Slave, Selma, Mandela dan deretan film bertema perjuangan hak sipil kaum kulit hitam lainnya menjadi rekaman fiksi-sejarah perjuangan hak sipil warga kulit hitam. Selama dekade-dekade pertengahan adab ke-20, warga kulit hitam terutama yang hidup di era perbudakan di Amerika Serikat dan Afrika Selatan melakukan perjuangan persamaan hak menentang dominasi Kaukasian dan politik apertheid. Salah satu puncaknya adalah terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang berasal dari keturunan kulit hitam -- meski masih ada campuran darah kulit putih dari sang ibu. Hierarki atas dasar warna kulit roboh. Kini hampir di seluruh penjuru dunia tindakan rasis diakui sebagai tindakan kriminal. Meskipun, tren belakangan yang terjadi di negeri Paman Sam menunjukkan adanya upaya dari kaum-kaum ekstrimis kanan macam KKK untuk mengembalikan hierarki tersebut, tapi nampaknya upaya tersebut tidak terlalu signifikan.

Dominasi agama pun sudah tak lagi mantap seperti di era pertengahan. Sebagian besar masyarakat dunia mulai menilai agama tidak relevan dan pandangan sekuler mulai populer sebagai komponen penting negara modern. Dua faktor ini secara perlahan mulai mengikis persentase kaum religius di berbagai belahan dunia. Sudah menjadi hal yang tabu di beberapa negara Skandinavia jika Anda bertanya pada penduduk setempat apakah mereka pergi ke Gereja atau tidak di hari Minggu. Dominasi Paus dan Gereja sudah jauh merosot jika dibanding masa keemasannya di abad kegelapan maupun era pertengahan Eropa. Sementara itu, di sisi lain dominasi Kristen seolah ditandingi oleh kebangkitan Islam. Salah satu buktinya adalah Revolusi 1979 yang terjadi di Iran yang mengubah negara yang hampir seperti Barat di Timur Tengah itu menjadi tunduk dalam hukum Syariah. ISIS yang meski dinilai menyimpang oleh sebagian besar umat Islam dunia juga bangkit dengan basis ideologi Islam. Kebangkitan Islam ini tentunya adalah hal yang nyata dengan perkecualian terhadap anomali Turki yang memang terkenal sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam dengan pemerintahan sekuler. Perjalanan sejarah modern menunjukkan dominasi ke-Kristenan sebagai agama dominan dunia mendapat tantangan dari bangkitnya Islam dan kaum non-religius. Divergensi agama yang sempat perlahan menyatu kembali terpecah.

Dari sudut dominasi negara pun, nampaknya hal yang sama juga terjadi. Nampaknya, dunia tidak menunjukkan kecenderungan untuk mengikuti pola pemikiran Francis Fukuyama bahwa demokrasi liberal barat akan menjadi titik akhir pertentangan politik dan mendominasi dunia selamanya. Sebaliknya, kebangkitan Tiongkok komunis menghadirkan tantangan sendiri bagi peta kekuatan ekonomi dan politik global. Serentetan krisis finansial dan mulai runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika Serikat disinyalir sebagai pertanda berakhirnya The American Century. Di satu sisi Tiongkok yang menggenjot pertumbuhan ekonomi dua digit secara konstan sejak reformasi 1978 dinilai patut diperhitungkan sebagai penyambut tongkat estafet penguasa dunia. Apakah ini hanya pertanda dimulainya The Chinese Century? Penting untuk dicatat, tren yang ada nampaknya menunjukkan bahwa Tiongkok yang masih berkembang nampaknya juga tidak akan menjadi penguasa tunggal dunia di masa puncaknya. Seperti yang sempat disinggung oleh Martin Jacques dalam bukunya When China Rules The World, kecenderungan yang ada jurtru menunjukkan bahwa Tiongkok akan menawarkan modernitas jenis baru yang akan berdampingan dengan modernitas Barat dan modernitas-modernitas lain yang akan muncul. Dominasi mutlak Tiongkok hanya menjadi satu dari sekian banyak skenario yang kecil kemungkinannya untuk terwujud, sementara Barat jelas tak akan lagi mendominasi secara mutlak.

Serangkaian perubahan pada aspek-aspek fundamental masyarakat seperti yang telah dijabarkan di atas menunjukkan bahwa dunia kini kian berubah ke arah yang divergen dan tidak lagi dipenuhi oleh dominasi. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah hal itu adalah hal yang positif? Belum tentu! Divergensi secara terus-menerus tanpa adanya dominasi yang mengatur dunia nampaknya juga akan berbahaya. Dunia terancam tergiring jatuh ke dalam lembah masyarakat anarkis yang brutal dan tanpa peradaban. Yang lebih ngeri lagi, hal ini akan membawa manusia mengulang sejarah ke era primitif. Jika kondisi ini dibiarkan begitu saja peradaban manusia akan terjebak dalam siklus jatuh bangun dan mengulang ke titik nol secara periodik. Masa iya kita mau muter balik lagi ke era primitif?

Hidup di era serba berubah ini, penting bagi kita berusaha untuk menggambar sebuah garis batas mengenai ya dan tidak. Penting bagi manusia untuk menyeimbangkan yin dan yang, hitam-putih harmoni kehidupan dan alam semesta. Terus mempertahankan dunia yang status quo jelas bukan pilihan, tapi bukan berarti apa saja boleh semabarang berubah. Tanpa adanya rem yang pakem, bukan tidak mungkin peradaban manusia terjun ke jurang ketidakberadaban. Mobil yang bagus bukan cuma mobil yang bisa memacu akselerasi dalam hitungan detik, tapi juga mobil yang bisa berhenti dengan cepat ketika laju mobil itu sudah sedemikian berbahaya. Demikian pula dengan peradaban manusia yang saat kini nampaknya tengah melaju dengan kecepatan mobil balap streamline, semua penentang perubahan layaknya gaya gesek angin yang menahan laju mobil diminimalisir dengan mendesain peradaban minim aturan, minim nilai yang menahan laju perubahan. Mobil peradaban ini agaknya harus mau untuk mengerem sejenak, melambatkan diri mengambil keputusan-keputusan krusial untuk kian menipiskan desain mobil peradaban sembari merenungkan identitas peradaban manusia.

Puluhan tahun ke depan, tantangan bagi peradaban tentunya akan semakin kompleks, apalagi dengan semakin berbedanya struktur fundamental masyarakat dan perkembangan teknologi. Warga Amerika yang hanya terpaut satu abad dari kita mungkin akan tercengang ketika melihat Obama duduk di White House bukan sebagai buttler tapi orang nomor satu AS. Demikian pula kita, mungkin tak pernah disangka robot dan mesin di abad-abad mendatang akan memberikan tantangan bagi peradaban manusia layaknya yang dikisahkan dalam film-film franchise Terminator. Atau mungkin akan ada sapaan dari alien? Ah entahlah, hal-hal yang kita kira absurd dan tidak mungkin nampaknya mungkin-mungkin saja terjadi. Namun yang lebih penting, kini di tengah-tengah masyarakat yang semakin cepat berubah lantas apa yang bisa menjadi pedoman kita? Salah satu yang tidak bisa dilewatkan, mungkin adalah kemanusiaan. Kemanusiaan mungkin bisa menjadi pedoman sikap kita dalam menghadapi perbedaan, penindasan manusia lain, bahkan mungkin interaksi kita dengan alien nantinya. Bagaimana menurut Anda?

Catatan: Tulisan ini ditulis tidak untuk menghakimi keputusan legalisasi pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat, yang bahkan penulis belum tahu harus berpihak pada yang mana. Yang jelas ini adalah sebuah renungan jam 3 pagi seorang mahasiswa di tengah liburan panjangnya. Menulis dengan selingan background bunyi kentongan sahur ternyata cukup produktif hahahaha


   
03:00 WIB, 7 April 2015



Ilham Ang

1 komentar:

  1. Hallo Bettor Mania

    Dalam Langkah Menyambut "Hari Kemerdekaan Indonesia" yang ke-73 Pada Tanggal 17 Agustus 2018
    BCAPLAY Menberikan Beberapa promo/event Special Pada Bulan Agustus Ini

    *Special Promo/Event Bcaplay Bulan Agustus
    1.Tournament Sportbook BCAPLAY (Total Hadiah 20 Juta)
    2.Bonus FreeChip 17 Ribu
    3.Promo Member Get Member Freechip 8Ribu

    *Special Promo Untuk Member Regular Kami
    1.Bonus New Member 100% (Sportbook)
    2.Bonus New Member 50% (Casino)
    3.Bonus Next Deposit 10%
    4.Bonus Cashback 10% (Sportbook)
    5.Bonus Rollingan 1% (Casino)
    6.Bonus Refferal (NEW)
    7.Bonus New Member Poker 20%
    8.Bonus Rollingan Poker 0.5

    *Agen Taruhan Bola,Casino & Poker Online Terpercaya Di Indonesia
    – Menerima Deposit Via Pulsa Telkomsel & XL
    – Minimal Deposit 10Ribu & Withdraw 20Ribu
    – Daftar Mudah, Proses Cepat, Aman & Terpercaya Sudah Terbukti!

    Untuk Semua Info Lebih Lanjut Bisa Menghubungin
    BBM : D86A48C2
    W/A : +6281269011735
    Line : @BCABETS
    IDNSPORT : www.bcafun(.)com | www.bca2u(.)com
    SBOBET : www.bcabet888(.)com

    #BCAPLAY #BCABET #BCAFUN #BOLA888 #BCABETEVENT
    #BERITABOLA #JADWALBOLA #HASILBOLA #PREDIKSIBOLA #BANDARONLINE
    #LIVEPOKER #AGENSBOBET #AGENMAXBET
    #IDNSPORT #IDNLIVE #IDNPOKER #BANDARPOKER #BANDARQQ #BANDARDOMINO #DOMINOQQ #BANDARCEME #SLOTONLINE #LIVECASINO #EVEN17AGUSTUS #SITUSTERPERCAYA

    BalasHapus