Kuliah Creative Thinking hari(8/5/15) ini agak sedikit berbeda. Ruang kelas berpindah, mahasiswa pun tampak sedikit membeludak memenuhi ruang kelas 1106B yang notabene sudah cukup luas untuk menampung lebih dari 80 mahasiswa. Di tengah keributan para mahasiswa yang baru saja datang, tiba-tiba sosok dengan muka yang tidak asing lagi masuk ke dalam ruangan. Rupanya sosok terebut adalah dosen tamu yang mengisi acara kuliah umum Creative Thinking pagi ini. Sebelum mulai berbicara beliau meminta seluruh kelas untuk serentak berdiri dn menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka”. Agak aneh? Iya, begitulah gaya Beliau dan katanya ini tidak melanggar konstitusi kok! Hahaha
Tak lama kemudian, Beliau mulai berbicara dan memperkenalkan dirinya, namanya Jay Wijayanto. Namanya tak terlalu familiar di telinga, malah kalau boleh jujur tak pernah barang sekali saya dengar. Namun, wajahnya nampak amat familiar, entah di mana pernah melihat sosok yang satu ini. Usut punya usut, ternyata Beliau pernah membintangi sejumlah peran dalam film layar lebar Indonesia, pantas wajahnya tampak familiar!
Setelah memperkenalkan dirinya, Beliau memulai kelas dengan beberapa humor ringan mengenai generation gap di antara dirinya dan para mahasiswa. Sukses mengangkat mood para mahasiswa Belaiu mulai masuk ke inti pembicaraan mengenai kreativitas dan bagaimana pandangan dunia telah berevolusi dari pandangan primitif mengenai penghargaan akan tanah, menuju benda materiil, dan kini pada ide. Beliau berulangkali menekankan bahwa ide mempunyai nilai jual, ide mempunyai kekuatan!
Saya kira, saya sepenuhnya sependapat dengan mas Jay dalam hal ide ini. Ide adalah trigger yang mendorong perubahan dan karya. Tanpa ide yang cemerlang, tak akan ada eksekusi dan karya legendaris. Namun, ide saja tidak cukup, berani ber-ide harus dipadukan dengan keberanian dan komitmen untuk mengeksekusi. Toh, banyak pemimpi dengan ide segudang yang gila, tapi eksekusinya tidak jelas. Hal ini ternyata juga sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam kuliah pagi ini. Ide yang kreatif harus menjadi irisan dalam diagram Venn antara 'apa yang baru' dan 'apa yang bermanfaat'.
Dari kuliah ini, saya kira saya dapat menyimpulkan bahwa secara teoritis, sejatinya apa yang diketahui oleh para praktisi yang telah berkecimpung di dunia kreatif kurang lebih sama dengan apa yang telah kita pelajari di kelas-kelas kreatif. Namun, yang membedakan adalah bagaimana teori ini diaplikasikan dan dieksekusi menjadi karya dan prestasi. Pengalaman narasumber dalam hal ini membuat poin ini tampak lebih kuat, karena ia telah berhasil membuktikan sendiri dengan karya-karyanya.
Berbicara tentang eksekusi karya, kali ini mas Jay tidak datang dengan tangan kosong. Hari ini Belaiu tidak hanya memberikan dorongan bagi para mahasiswa untuk berkreasi tetapi juga fasilitas. Di bawah payung Badan Ekonomi Kreatif (BE Kraf) yang baru dibentuk oleh presiden Jokowi, Beliau memperkenalkan program-program pemerintah di mana Beliau turut terlibat. Badan ini bertujuan untuk memfasilitasi orang-orang kreatif di Indonesia. Terlepas dari segala kontroversi mengenai kepemimpinan presiden ketujuh kita ini, saya kira langkah Presiden untuk membentuk BE Kraf adalah langkah yang tepat dan strategis untuk mempersiapkan Indonesia dalam persaingan industri kreatif beberapa tahun ke depan. Badan ini dapat menjadi penyokong dan pemodal para kreator berbakat yang miskin motivasi dan finansial.
Semoga saja kelak, badan ini tidak berakhir korup dan naas seperti badan-badan pemerintah lainnya yang sudah terlanjur mendapat stempel buruk. Harapan ini tentunya membumbung tinggi, mengingat Beliau juga menekankan bahwa para elit badan ini berasal dari praktisi dan bukan birokrat.
Satu kata, ‘salut’ untuk kuliah umum pagi ini! Terima kasih mas Jay yang telah menjadi dosen tamu yang inspiratif dan menarik!
i love the way you wrote your stories. keep it up!^^
BalasHapusThank you Kelty! Sure, will do :)
HapusSitu kuliah jurusan apa sih?
BalasHapusJurusan Cibaduyut-Cihampelas. Gak ada kaitannya dengan jurusan masak nasi goreng, Bung.
HapusKenapa ya? Saya kuliah Advertising.
Hapus