I Hate Terrorism, but sorry ‘Je ne suis pas Charlie’

  • 0

Minggu-minggu ini, dunia internasional dihebohkan oleh penyerangan dua orang bersenjata yang disinyalir adalah anggota Al-Qaeda Yaman terhadap kantor redaksi majalah satir Charlie Hebdo di Paris, Prancis. Penyerangan ini mengundang simpati banyak warga Paris dan bahkan dunia yang turut mengutuk serangan teror ini. Tak lama setelah insiden ini, slogan “Je suis Charlie”yang berarti ‘saya adalah Charlie’ dalam bahasa Perancis menjadi amat populer. Jutaan orang berkumpul di Paris, Prancis mengumandangkan slogan ini untuk menunjukkan rasa simpatinya pada kasus penembakan tersebut.  

Kasus ini cukup mencengangkan mengingat Prancis kerap dijadikan ikon negara penjunjung kebebasan bahkan melebih negeri Paman Sam yang telat beberapa tahun melakukan revolusi ketimbang Revolusi Prancis. Namun, jika dilihat dari sisi lain kebebasan ini juga kerap disalahgunakan untuk menyerang umat muslim. Salah satu yang masih hangat di ingatan gue adalah larangan memakai hijab dan burka oleh pemerintah Prancis karena dinilai mampu menyembunyikan wajah dan identitas para teroris dalam aksinya. 

Penasaran dengan berita ini, gue pun coba searching seberapa parah kah kartun pada majalah satir tersebut and whoops! Muncul kartun-kartun yang menggambarkan nabi Muhammad, Yesus, Paus, dan beberapa tokoh agama dan politik tersohor lainnya seperti di bawah ini.


Karena dibesarkan di Indonesia yang kental dengan budaya Islam, sepertinya kita semua tahu adalah hal yang sangat offensive ketika kita menggambarkan wajah sang nabi dan hal inilah yang dilakukan oleh majalah Charlie Hebdo. Jujur beberapa kartun mereka membuat gue ngakak, tapi memang kalo dipikir secara lebih jernih kartun-kartun ini amat ga etis.

Gue bukan orang Islam dan gue turut mengutuk aksi teror ‘balasa dendam’ ini sebagai hal yang keji, tapi mari coba lihat kasus ini dengan lebih jernih dari sisi para muslim(bukan teroris, hanya seorang muslim yang ingin sholat lima waktu dan hidup yang damai). Semua kartun yang dibuat Charlie Hebdo agaknya memang sudah kelewatan dan kalo terbit di Indonesia mungkin udah dibantai oleh kaum ekstrimis, macam FPI. Kartun Charlie bukan cermin dari kebebasan, tapi kebebasan yang disalahgunakan! Jelas hal ini bukan pembenaran terhadap aksi penyerangan tersebut, ada banyak cara lain untuk menghukum penyalahgunaan ini, tapi dari perspektif yang lebih fair majalah Charlie Hebdo juga telah kelewatan dalam mempublikasikan satir-nya. Hinaan mereka terlalu jauh dan mencermikan kebebasan tak beradab! 

Kasus ini mencuatkan kembali pertanyaan klasik mengenai kebebasan. Apakah kebebasan itu tanpa batas? Kalo ada batas bukan kebebasan dong?

Gue personally percaya bahwa kebebasan itu punya batas, dan batasnya cukup simpel, yaitu kebebasan orang lain. 

Contoh sederhana, terlepas dari pertimbangan agama dan kesehatan sebenernya lu boleh mastrubasi all you want, sebrutal apapun, sehina apapun dan secara hukum lu ga ngelakuin tindakan ilegal atau kriminal apapun. You may seem pervy, stupid, disgusting, but nah no you’re not committing any crime, at least against the criminal law. Tapi sentuh aja b**bs dari seorang random girl just for like one second dan lu udah commit crime, maaf sexual harrasment lebih tepatnya! 

Intinya menurut gue, 'you’re free to do whatever you want to do, but don’t even f*cking dare to lay a finger on someone else if it disturb their right!'

Voltaire pernah berujar: “I do not agree with what you have to say, but I'll defend to the death your right to say it.” Quote Voltaire ini sekarang dikutip di mana-mana sebagai bentuk simpati pada kasus Charlie Hebdo. Kedengarannya indah, tapi i, menurut gue hal ini ga bisa dipraktekkan ke semua konteks apalagi kasus ini dan zaman sekarang.  Kalo dirunut background sejarahnya Voltaire kala itu memang hidup di masa ketika kebebasan adalah kemewahan dan ketika mengkritik pemerintah adalah hal yang mustahil, tak heran pernyataan seperti ini dikemukakan. Namun, kini semua berbeda dan zaman berubah, perjuangan kebebasan berpendapat memang belum usai tapi perjuangan mempertangggungjawabkan-nya(the longest word ever #abaikan) tak kalah penting. Kalo mau meminjam terminologi ekonomi-nya, di sebagian negara maju terutama Prancis kebebasan sudah berubah dari barang ekonomi yang hanya bisa dibeli oleh kaum elit menjadi barang bebas yang bisa dinikmati oleh siapapun. Hal yang gue takutkan adalah ketika kebebasan bukan lagi barang bebas tapi berubah jadi barang illith, iyah jenis barang yang kalau kebanyakan bisa mendatangkan bencana seperti air yang berlimpah ruah menjadi banjir. 

Sistem pers di Prancis sudah saatnya bergerak dari sistem yang libertarian mutlak menuju sistem pertanggungjawaban sosial ! Saatnya pemerintah Prancis mengkoreksi diri agar hal yang sama tidak terulang! Kebebasan bukan berarti bebas menebar kebencia!

Berguru pada Gus Dur dalam menyikapi isu Cina-Tionghua: “Sudahlah, jangan ribut istilah Cina. Kalau yang dipanggil tersinggung sebagai bangsa yang beradab ya jangan dipanggil begitu." 

Kalau bagi orang Muslim menggambar nabi Muhammad sakral ya sebagai manusia yang beradab ya jangan dipublikasikan apalagi diolok-olok. Kalo Anda mau dan tetep ngebet silahkan gambar di rumah Anda sendiri dan simpan sebagai koleksi pribadi. Gitu aja kok repot!
I hate terrorism, but sorry ‘Je ne suis pas Charlie’(I'm not Charlie).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar